MAKALAH
INFLASI
Nama
: Dea Asyiana
NPM
: 22213062
Kelas
: 4EB28
Mata
Kuliah : Akuntansi Internasional
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
Bila
ditinjau dalam jangka panjang, sejak kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesia
menjaga kestabilan mata uang telah menuju ke arah yang lebih baik. Prof. M.
Sadli, 2005, mengungkapkan bahwa inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman
Presiden Sukarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent
(kalau perlu uang, cetak saja). Di zaman Suharto pemerintah berusaha menekan
inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata, antara lain oleh
karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of
development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman
reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia
mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary
expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada
sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen setahun.
Inflasi
di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan
inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi
investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan ongkos serta pendapatan di
masa yang akan datang. Keberadaan permasalahan inflasi dan tidak stabilnya
sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi perhatian sebuah rezim
pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter . Lebih dari itu, ada
kecenderungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang senantiasa akan
terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter dalam menjaga tingkat
inflasi. Setiap tahunnya otoritas moneter senantiasa menargetkan bahwa angka
atau tingkat inflasi harus diturunkan menjadi satu digit atau inflasi moderat.
Inflasi
dapat diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus atau
penurunan nilai mata uang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang
yang pernah terkena dampak Krisis Ekonomi Global. Pada tahun 1998
Indonesia benar – benar merasakan dahsyatnya goncangan krisis financial yang
merembet pada kepercayaan. Setelah itu Ekonomi Indonesia mulai bergerak dan
bangkit kembali, namun pada tahun 2004 perlahan kondisi Ekonomi Indonesia mulai
merasakan tekanan kembali yang merupakan imbas dari kenaikan harga
minyak dunia dengan diumumkannya kenaikan harga BBM oleh Menteri Koordinator Abu
Rizal Bakri pada tanggal 1 Maret 2004. Dan baru – baru ini kenaikan BBM kembali
terjadi tepatnya pada tanggal 21 Juni 2013 lalu.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Pengertian
Inflasi
Menurut
ilmu Ekonomi, inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga barang yang
bersifat secara umum dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama atau terus –
menerus ( continue ). Inflasi juga memiliki definisi sebagai suatu proses
menurunnya nilai mata uang suatu Negara secara continue, dalam definisi ini
inflasi bukan hanya tinggi - rendahnya harga, artinya tingkat harga yang tinggi
belum tentu menunjukkan inflasi. Sedangkan menurut salah satu para ahli yaitu
Ekonom Parkin dan Bade menyimpulkan inflasi merupakan pergerakan ke arah atas
dari tingkatan harga. Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini
bisa juga disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh barang
tersebut.
B. Penyebab Inflasi
Inflasi
selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar. Ada beberapa teori
yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya inflasiyaitu :
a. Teori Kuantitas
Teori
ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam
perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi
Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum
moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang
beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap
timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
-
Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada
penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral.
-
Laju inflasi juga ditentukan oleh laju
pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat
mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
b. Keynesian Model
Dasar pemikiran model
inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di
luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif
masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah
barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary
gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi
karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk
mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan
kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk
menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli
antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya
akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat
yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang
memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di
masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu
golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya
beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku,
sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang
(inflationary gap menghilang)
.
c. Mark-up
Model
Pada
teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost
of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua
komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Price
= Cost + Profit Margin
Karena besarnya profit
margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu prosentase tertentu
dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan
menjadi :
Price
= Cost + ( a% x Cost )
Dengan demikian,
apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost
of production dan atau penaikan pada profit margin akan
menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.
d. Teori
Struktural
Banyak
study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi
bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena
struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur
ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris.
Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal
panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana
alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar
negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs
valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.
Fenomena
struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam
perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural
bottlenecks. Strucktural bottleneckterutama terjadi dalam tiga hal, yaitu :
-
Supply dari sektor pertanian
(pangan) tidak elastis.
Hal
ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih
menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari
sector pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya.
-
Cadangan valuta asing yang terbatas
(kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan
impor.
Keterbatasan
cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barangbarang
baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk
pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula. Belum lagi ditambah dengan
adanya demonstration effect yang dapat menyebabkan perubahan pola
konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri,
seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat
mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.
-
Pengeluaran pemerintah terbatas.
Hal
ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup
untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja,
sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun
mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of money).
Dengan
adanya structural bottlenecks ini, dapat memperparah inflasi di
Negara berkembang dalam jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di
negaranegara yang sedang berkembang kadangkala menjadi suatu fenomena jangka
panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek.
Berbeda
dengan kaum monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari ekspansi
jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada struktur
sektor keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralistini adalah pengaruh
uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side atau
roduksi. Menurut pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah
satu factor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia
untuk investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku bunga) akan murah, maka
volume investasi akan meningkat. Dengan meningkatnya volume investasi, volume
produksi juga akan meningkat. Sehingga, penawaran barang meningkat, yang pada
gilirannya akan menekan tingkat inflasi. Dengan dasar pemikiran yang seperti
ini, timbul pendapat bahwa deregulasi di sektor finansial dan peningkatan
jumlah uang beredar akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi seraya menekan
inflasi.
Kaum
strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan, penyebab utama
terjadinya inflasi di negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar
negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga
barangbarang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi
atau depresiasi mata uang di negara pengimpor. Menurut kesimpulan dari
penelitian M.N. Dalal dan G. Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap
pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor
tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir,
maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam
negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang
dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri,
akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap
inflasi domestik.
C. Jenis
– Jenis Inflasi
Inflasi
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokan tertentu, antara
lain :
a. Berdasarkan
asalnya
inflasi
digolongkan menjadi dua yaitu :
-
Inflasi
yang berasal dari dalam Negeri ( Domestic Inflation ). yaitu inflasi yang
sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor
riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan
masyarakat.
-
Inflasi yang berasal dari luar negeri (
Imported Inflation ), yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan
harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan
perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi
pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system).
Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui harga barang-barang impor maupun
harga barang-barang ekspor.
Terlepas dari
pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya inflasi yang terjadi di
suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak ada) yang
disebabkan oleh satu macam / jenis inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi
dari beberapa jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor ekonomi
maupun pelaku-pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen
dalam suatu sistem perekonomian negara. Contoh : imported inflation seringkali
diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan demand
pull inflation, dan sebagainya.
b. berdasarkan
keparahannya
Inflasi
apabila digolongkan berdasarkan tingkat keparahannya dibedakan menjadi 4, yaitu
:
-
Inflasi Ringan atau inflasi merangkak
(creeping inflation), yaitu inflasi yang lajunya kurang dari 10% per tahun,
inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu berada
dalam proses pembangunan.
-
Inflasi Sedang, Inflasi ini memiliki
ciri yaitu lajunya berkisar antara 10% sampai 30% per tahun.Tingkat sedang ini
sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi.Perlu diingat laju inflasi ini secara
nyata dapat dilihat garak kenaikan harga.Pendapatan riil masyarakat terutama
masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti buruh ,mulai turun dan kenaikan
upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga.
-
Inflasi Berat, yaitu inflasi yang
lajunya antara 30% sampai 100%.Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan.Hal ini
diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk
melakukan spekulasi.
-
Inflasi Liar (hyperinflation ), yaitu
inflasi yang lajunya sudah melebihi dari 100% per tahun. Inflasi ini terjadi
bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak
dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut
inflasi yang tidak terkendali (Hyperinflastion).
c. Berdasarkan
Penyebabnya
Penggolongan
inflasi selanjutnya dapat dibedakan menurut penyebabnya yaitu itu tarikan
permintaan dan tarikan desakan ( tekanan ) biaya / produksi / distribusi.
Secara singkat sebab yang pertama ( tarikan permintaan ) lebih cenderung
dipengaruhi dari peran Negara dalam kebijakan moneter ( Bank Sentral ),
sedangkan sebab yang kedua lebih cenderung dipengaruhi dari peran Negara dalam
kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah misalnya
Fiskal, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dan lainnya.
a) Tarikan
permintaan
Hal
ini terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya
dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang
tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar
atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadapfaktor-faktor
produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi
itu kemudian menyebabkan harga faktor
produksi meningkat.
Jadi,
inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu
perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana
biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang
berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor
selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran
jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi
yang terjadi di sektor industri keuangan.
secara singkat tarikan
permintaan ini terjadi akibat adanya kenaikan pemintaan Agregat yang terlalu
besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi Agregat.
b) desakan
biaya
Hal
terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan
distribusi, meskipun permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat
secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau
juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi
sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di
sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan
bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll,
sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu
juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor
infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Berdasarkan cakupan pengaruh terhadap
harga
Inflasi
juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika
kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang
tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (ClosedInflation).
Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka
inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat
harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang
lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak
terkendali (Hiperinflasi).
BAB
III
KESIMPULAN
Adapun simpulan dari
penjelasan mengenai Inflasi tersebut di atas adalah :
1.
inflasi merupakan suatu gejala dimana
banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara
alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru
suatu negara bahkan dunia
2.
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Inflasi
yaitu: Jumlah uang beredar, defisit anggaran belanja pemerintah
3.
Efek yang ditimbulkan dari Inflasi
yaitu:
a. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect),
b. Efek
terhadap efisiensi (Efficiency Effect),
c. Efek
terhadap Output (Output Effect),
d. Inflasi
dan Perkembanngan Ekonomi,
e. Inflasi
dan Kemakmuran masyarakat.
4.
Cara mencegah Inflasi yaitu: Kebijakan
moneter, kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan yang berkaitan dengan
Output, kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing, kebijakan lain,
perbaikan prilaku masyarakat.
5. Cara
mengatasi Inflasi
Untuk
mengatasi terjadinya Inflasi, bisa dilakukan kebijakan uang ketat meliputi :
-
Peningkatan tingkat suku bunga.
-
Penjualan surat berharga.
-
Peningkatan cadangan Kas.
-
Pengetatan pemberian kredit.
-
Peranan Bank Sentral
bank
sentral berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal
ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal
(dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs).
Sumber :